Lembaga Studi Visi Nusantara (LS Vinus) menyoroti pencabutan akreditasi salah satu lembaga pemantau oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangkaian Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru 2025.
Peristiwa ini, menurut LS Vinus, menjadi peringatan serius bahwa lembaga pemantau pemilu harus memahami secara utuh peran, fungsi, dan batas kewenangannya. Mereka bukan bagian dari peserta, penyelenggara, apalagi pengadil hasil pemilu.
Pemantau sejatinya adalah mata publik yang bekerja secara independen, netral, dan objektif.
“Ketika sebuah lembaga melampaui batas itu, maka itu bukan lagi pemantauan, tapi penyimpangan,” tegas Koordinator LS Vinus Kalsel, Muhamad Arifin, dalam rilis medianya, Sabtu (10/5/2025).
Arifin menyatakan, akreditasi bukan sekadar legalitas administratif, melainkan simbol komitmen etis terhadap profesionalisme dan integritas demokrasi. Karena itu, pihaknya mendukung penuh langkah tegas KPU Kalsel yang mencabut akreditasi lembaga yang dinilai keluar dari koridor etik.
“Langkah ini bukan bentuk penghukuman, melainkan proses evaluasi untuk menjaga kualitas pemilu. Dalam demokrasi yang matang, evaluasi harus diterima dengan jiwa besar,” tambahnya.
Arifin juga berharap lembaga yang dicabut akreditasinya dapat bersikap legowo dan menjadikan keputusan tersebut sebagai bahan introspeksi, bukan saling menyalahkan.
Ia mengingatkan bahwa menjaga kualitas demokrasi adalah tanggung jawab bersama, dan pemilu sebagai instrumen kedaulatan rakyat tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan sempit.
LS Vinus memuji KPU yang dinilai tidak hanya berfokus pada aspek teknis, tetapi juga serius menjaga kualitas dan kredibilitas demokrasi.
Ketegasan seperti ini, menurutnya, penting sebagai bentuk perlindungan terhadap integritas pemilu dan mencegah praktik-praktik yang merusak kepercayaan publik.
Sebagai lembaga pemantau independen, LS Vinus berkomitmen terus mendorong praktik pemantauan yang edukatif, konstruktif, dan menjunjung tinggi nilai demokrasi.
“Kita tidak hanya bertugas hadir di TPS atau mencatat pelanggaran administratif, tapi juga memastikan kehadiran kita tidak menjadi bagian dari polarisasi atau sumber ketidakpastian hukum,” tutup Arifin.