Di Balik Gelapnya Hidup: Kisah Perjuangan Ibu Siti

Tanah Bumbu – Hidup dalam kegelapan dan kesepian menjadi keseharian Siti Mutmainah, warga Jalan Pegangsaan, Desa Sari Gadung, Kecamatan Simpang Empat. Perempuan mualaf asal pegunungan Loksado ini terbuang dari keluarga karena pilihan keyakinannya.

Cobaan berat tak berhenti di situ. Suami yang pernah menjadi sandarannya pergi meninggalkan tanpa alasan jelas. Kini, ia hidup seorang diri, buta akibat indikasi katarak yang telah merenggut penglihatannya selama tiga bulan terakhir. Penyakit gula darah yang dideritanya kian memperburuk keadaan.

Dalam kondisi yang serba terbatas, Siti mencoba bertahan dengan mengelola warung kecil di rumahnya. Namun, keterbatasan penglihatan membuatnya nyaris tak bisa beraktivitas. Untuk berjalan pun ia tak tahu sejauh mana kakinya melangkah, hingga terjatuh.

Kemiskinan membuat perutnya sering kosong. Ia mengaku kadang hanya bisa makan sekali dalam dua hari. Memasak pun tak lagi sanggup dilakukan. Satu-satunya teman yang setia menemaninya adalah seekor monyet peliharaan.

Dulu, Siti pernah mendapat janji akan dibantu berobat. Namun, harapan itu pupus. Identitas pribadinya justru hilang di tangan pihak yang menjanjikan pertolongan.

Warga sekitar berharap kisah Siti mendapat perhatian dari kepala desa dan pihak terkait, agar ia dapat menjalani hari-hari dengan layak dan kembali mendapatkan penglihatan.

Tanah Bumbu – Hidup dalam kegelapan dan kesepian menjadi keseharian Siti Mutmainah, warga Jalan Pegangsaan Sari, Desa Gadung, Kecamatan Simpang Empat. Perempuan mualaf asal pegunungan Loksado ini terbuang dari keluarga karena pilihan keyakinannya.

Cobaan berat tak berhenti di situ. Suami yang pernah menjadi sandarannya pergi meninggalkan tanpa alasan jelas. Kini, ia hidup seorang diri, buta akibat indikasi katarak yang telah merenggut penglihatannya selama tiga bulan terakhir. Penyakit gula darah yang dideritanya kian memperburuk keadaan.

Dalam kondisi yang serba terbatas, Siti mencoba bertahan dengan mengelola warung kecil di rumahnya. Namun, keterbatasan penglihatan membuatnya nyaris tak bisa beraktivitas. Untuk berjalan pun ia tak tahu sejauh mana kakinya melangkah, hingga terjatuh.

Kemiskinan membuat perutnya sering kosong. Ia mengaku kadang hanya bisa makan sekali dalam dua hari. Memasak pun tak lagi sanggup dilakukan. Satu-satunya teman yang setia menemaninya adalah seekor monyet peliharaan.

Dulu, Siti pernah mendapat janji akan dibantu berobat. Namun, harapan itu pupus. Identitas pribadinya justru hilang di tangan pihak yang menjanjikan pertolongan.

Warga sekitar berharap kisah Siti mendapat perhatian dari kepala desa dan pihak terkait, agar ia dapat menjalani hari-hari dengan layak dan kembali mendapatkan penglihatan.