Mahkamah Konstitusi (MK) telah mendaftarkan 309 perkara sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, sebuah angka yang menunjukkan tingginya tingkat perselisihan yang muncul pasca-pemilu. “Hingga saat ini, kami telah menerima 309 perkara,” ujar Kepala Biro Humas dan Protokol MK, Pan Mohamad Faiz, saat dikonfirmasi pada Sabtu (4/1/2024).
Dari total perkara yang terdaftar, 23 di antaranya terkait sengketa hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, 49 perkara mengenai Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, serta jumlah terbesar, yakni 237 perkara, berkaitan dengan sengketa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati.
Faiz menjelaskan bahwa jumlah perkara yang terdaftar ini berbeda dengan jumlah permohonan yang diajukan, yang mencapai 314 permohonan. Perbedaan ini muncul akibat proses pemeriksaan berkas yang ketat oleh MK, untuk memastikan tidak ada permohonan ganda yang terdaftar, baik secara daring maupun luring.
Setelah proses registrasi selesai, MK akan mengirimkan surat kepada termohon, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) daerah terkait. Sidang pertama sengketa Pilkada 2024 dijadwalkan akan digelar pada 8 Januari 2025 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
Sidang tersebut akan dilakukan dalam tiga panel, masing-masing terdiri dari tiga hakim konstitusi. “Panel-panel ini akan bekerja secara paralel, mirip dengan penyelesaian sengketa pemilu legislatif, untuk mempercepat proses dan menghindari penundaan yang dapat menghambat waktu penyelesaian,” tambah Faiz.
Dengan jumlah perkara yang begitu besar dan batas waktu 45 hari kerja untuk menyelesaikan sengketa, penggunaan panel hakim secara paralel menjadi sangat penting untuk memastikan seluruh perkara dapat diproses tepat waktu dan efisien.