Dari 1978 ke 2025: Kronologi Konflik Kepemilikan Empat Pulau di Aceh

Presiden Prabowo Subianto akhirnya memutuskan bahwa empat pulau yang selama ini disengketakan antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara secara resmi masuk ke dalam wilayah Aceh. Keputusan ini diumumkan setelah dokumen kunci yang menjadi dasar historis sengketa ditemukan di Gedung Arsip Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan bahwa pemerintah mengambil keputusan berdasarkan dokumen kesepakatan yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara pada tahun 1992. Dalam dokumen tersebut ditegaskan bahwa Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Pulau Panjang merupakan bagian dari wilayah Aceh.

Penemuan dokumen asli ini terjadi pada Senin, 17 Juni 2025, di Gedung Arsip Kemendagri, Pondok Kelapa, Jakarta Timur. “Ada tiga gedung yang dibongkar-bongkar untuk menemukan dokumen asli kesepakatan dua gubernur,” ujar Tito dalam konferensi pers di Istana Negara, Selasa, 18 Juni 2025.

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menambahkan bahwa sengketa empat pulau tersebut sudah berlangsung lama, sejak tahun 1978, dan melalui berbagai fase yang terekam dalam dokumen resmi Kementerian Dalam Negeri.

Berikut kronologi lengkap sengketa empat pulau tersebut dari masa ke masa:


📍 Periode 1978–2002

  • 1978
    Peta Topografi TNI AD tahun 1978 menunjukkan empat pulau berada dalam wilayah Provinsi Aceh.
  • 1988
    Kesepakatan antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh menyatakan bahwa batas wilayah mengacu pada Peta Topografi AD 1978.
  • 1992
    Kesepakatan lanjutan diteken kedua provinsi. Batas wilayah tetap merujuk pada peta TNI AD 1978 dan kesepakatan tahun 1988.
  • 2002
    Rapat antara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara kembali menegaskan batas wilayah sesuai peta topografi TNI AD 1978.

📍 Periode 2006–2012

  • 2006
    Pembentukan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi melalui Perpres No. 112 Tahun 2006.
  • 2008–2009
    Verifikasi nama-nama pulau dilakukan oleh kedua provinsi. Provinsi Aceh mengusulkan perubahan nama empat pulau, sedangkan Tim PBD Pusat mendapati perbedaan titik koordinat antara dua klaim tersebut.
  • 2012
    Indonesia melaporkan nama empat pulau tersebut ke PBB sebagai bagian dari Sumatera Utara.

📍 Periode 2017–2021

  • 2017
    Aceh kembali menegaskan klaim atas empat pulau berdasarkan peta TNI AD 1978. Namun, Kemendagri saat itu menyatakan pulau-pulau tersebut berada di Sumatera Utara.
  • 2018–2021
    Surat-menyurat antara Pemerintah Aceh dan Kemendagri berlanjut, disertai permohonan revisi koordinat dan permintaan fasilitasi penyelesaian batas laut.
    Pada 2021, Permendagri No. 58 Tahun 2021 diterbitkan, mengatur data wilayah administrasi dan pulau.

📍 Periode 2022

  • Februari 2022
    Rapat bersama digelar untuk membahas pandangan masing-masing pihak. Kepmendagri No. 050-145 Tahun 2022 diterbitkan, yang menyatakan empat pulau sebagai bagian dari Tapanuli Tengah, Sumut.
  • April 2022
    Aceh mengajukan keberatan resmi dan melakukan survei faktual bersama pihak terkait.
  • Juli 2022
    Rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga digelar di Bali.
  • November 2022
    Terbit Kepmendagri No. 100.1.1-6117 Tahun 2022 tentang pemutakhiran data wilayah dan pulau.

📍 Periode 2025

  • 25 April 2025
    Kemendagri menerbitkan Kepmendagri No. 3002.2-2138 Tahun 2025 yang kembali mencantumkan empat pulau sebagai bagian dari Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
  • 16 Juni 2025
    Tim arsip Kemendagri menemukan dokumen asli Kepmendagri No. 111 Tahun 1992 yang menegaskan batas wilayah berdasarkan kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut. Hari itu juga, rapat lintas kementerian dilakukan untuk mengevaluasi hasil penemuan dokumen.
  • 17 Juni 2025
    Presiden Prabowo memutuskan bahwa empat pulau tersebut secara resmi menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh. Keputusan ini mengacu pada kesepakatan tahun 1992 dan dokumen resmi Kepmendagri yang baru ditemukan.

Sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara merupakan konflik administratif panjang yang telah berlangsung hampir lima dekade. Keputusan Presiden Prabowo menjadi babak penutup dari konflik ini, mengembalikan kejelasan wilayah berdasarkan arsip historis dan kesepakatan resmi yang sempat terkubur dalam tumpukan dokumen negara.